Senin, 14 Oktober 2019


MAKALAH FUNGSI DAN KEDUDUKAN HADITS TERHADAP AL-QUR'AN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW yang menggunakan  Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan menjadi tuntunan bagi seluruh umat. Sedangkan sumber hukum Islam yang kedua adalah Hadis. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril dan apabila seseorang membacanya maka mendapat pahala. Sedangkan Hadis adalah perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an dan Hadis merupakan dua pedoman umat muslim yang saling berhubungan satu sama lain. Al-Qur’an tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya Hadis sebagai penjelas Al-Qur’an yang masih bersifat global. Sedangkan hadits sebagai sumber hukum Islam kedua memiliki kedudukan satu tingkat di bawah Al-Qur’an. Hubungan antara Hadis dan Al-Qur’an merupakan bahasan dari Ulumul Hadis yang sangat penting, untuk itu di bawah ini akan dipaparkan penjelasan mengenai hubungan Hadis dengan Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Kedudukan Hadist terhadap Al-Qur’an?
2.      Bagaimana Fungsi Hadist terhadap Al- Qur’an?
C. Tujuan
1.       Mengetahui Kedudukan Hadist terhadap Al- Qur’an
2.      Mengetahui Fungsi Hadist terhadap Al- Qur’an



BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hadits terhadap Al-Quran
Hadits Nabi SAW adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Karena  hadits nabi SAW merupakan penafsiran Al-Quran dalam praktek atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini dapat dilihat pada pribadi Rasulullah SAW yang merupakan perwujudan dari Al-Quran yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, para sahabat mengambil hukum-hukum Islam (syariat) dari Al-Quran yang kemudian dijelaskan oleh Rasulullah. Hal ini dikarenakan para sahabat belum mampu untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an tanpa bantuan Rasulullah SAW. Misalnya saja, dalam beberapa tempat terdapat penjelasan-penjelasan yang diisyaratkan oleh ayat Al-Quran, namun hanya bersifat mujmal umum atau mutlak. Contohnya perintah tentang shalat yang diungkapkan secara mujmal, tidak menerangkan bilangan rakaatnya, tidak menerangkan cara-caranya maupun syarat rukunnya. 
Contoh lain, banyak hukum di dalam Al-Quran yang sulit dipahami atau dijalankan bila tidak memperoleh keterangan dari nabi SAW. Begitu pula terdapat  kejadian atau peristiwa yang tidak dijelaskan hukumnya oleh nash-nash Al-Quran secara terang. Karenanya, penjelasan Rasul sangat berarti dalam hal ini. Agar para sahabat bisa melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang diharapkan dalam Al-Quran.
Dengan demikian jelaslah bahwa  hadits Nabi SAW berkedudukan sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran.
!$tBurãNä39s?#uäãAqߧ9$#çnräãsù$tBuröNä39pktXçm÷Ytã(#qßgtFR$$sù
Artinya :apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. (QS.Al-Hasyr:7)
Mufrodat
Nä39s?#uä
Yang diberikan kepadamu
#qßgtFR$$sù
Jauhulah
çnräãsù
Terimalah
$tBur
Segala sesuatu
Nä39pktX
Yang dilarangnya bagimu
-
-

Dari ayat diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa, Allah memerintahkan kita untuk senantiasa menaati Rasul sebagaimana menaati Allah SWT.
B. Fungsi Hadits terhadap Al-Quran
Al-Quran dan al-Hadits merupakan pedoman hidup serta sumber hukum dalam ajaran Islam. Sehingga tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. AlQuran sebagai sumber pertama, memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Sedangkan hadits sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi Al-Quran tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah QS.An-Nahl:44
ÏÌ....3!$uZø9tRr&ury7øs9Î)tò2Ïe%!$#tûÎiüt7çFÏ9Ĩ$¨Z=Ï9....
Artinya :....dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia.. (QS.An-Nahl:44)
Mufrodat
$uZø9tRr&ur
Dan kami turunkan
ûÎiüt7çFÏ9
agar kamu menerangkan
ò2Ïe%!$ا
Al Quran
¨$¨Z=Ï9
umat manusia

Allah SWT menurunkan Adz-Dzikr, yaitu Al-Quran sebagai peringatan bagi  manusia. Agar manusia bisa lebih mudah memahami ayat Al-Quran yang diturunkan Allah, maka Dia mengutus rasulullah untuk menjelaskannya.
Selanjutnya,  hadits sebagai penjelas atau al-bayan. Sebagai penjelas, AlQuran  memiliki bermacam-macam fungsi. Hal ini dikemukakan oleh beberapa ulama, diantaranya Imam Malik bin Anas menyebut fungsi hadits ada lima, yaitu sebagai bayan attaqrir, bayan at-tafsir, bayan at-tafsil, bayan al-bast, bayan at-tasyri’. Sementara Imam Syafi’I menyebut lima fungsi hadits, yaitu bayan at-tafsil, bayan at-takhsis, bayan at-ta’yin, bayan attasyri’, dan bayan an-nasakh.
Dalam Ar-Risalah, Imam Malik menambahkan dengan bayan al-isyarah. Sedangkan  Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi, yaitu bayan at-ta’kid, bayan at-tafsir, bayan at-tasyri’ dan bayan at-takhsis. Berikut akan dibahas mengenai fungsi hadits secara global [1]
Berikut akan dibahas mengenai fungsi hadits secara garis besar: 
1.      Bayan at-Taqrir
Bayan at-taqrir disebut juga bayan at-ta’kid atau bayan isbat. Maksudnya ialah menetapkan dan memperkuat penjelasan yang ada dalam al-Quran. Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Quran. Sebagai contoh, yaitu  hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar
اذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فافطروا
Artinya: “Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah” (HR.Muslim)
Hadits ini mentaqrir Surat Al Baqoroh:185
4...`yJsùyÍky­ãNä3YÏBtök¤9$#çmôJÝÁuŠù=sù(...                                                                                     
Artinya: “Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa” (QS.Al-Baqarah:185)

Mufrodat
Íky­
Menyaksikan
çmôJÝÁuŠù=sù(...
Hendaklah berpuasa
ök¤9$#
Bulan
-
-

Artinya: “Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa” (QS.Al-Baqarah:185)
Contoh lain, hadits yang  diriwayatkan Bukhori dari Abu Hurairah
لاتقبل صلاة من احدث حتى يتوضأ
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)
Hadits ini mentaqrir QS.Al-Maidah:6 mengenai keharusan berwudhu ketika hendak mendirikan shalat.
$pkšr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä#sŒÎ)óOçFôJè%n<Î)Ío4qn=¢Á9$#(#qè=Å¡øî$$sùöNä3ydqã_ãröNä3tƒÏ÷ƒr&urn<Î)È,Ïù#tyJø9$#(#qßs|¡øB$#uröNä3ÅrâäãÎ/öNà6n=ã_ör&urn<Î)Èû÷üt6÷ès3ø9$#4
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)
2.      Bayan at-Tafsir
Bayan at-tafsir adalah memberikan perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih bersifat mujmal. Selain itu, bayan ini juga  memberikan taqyid (persyaratan) terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih mutlaq. Juga  memberikan taksis (penentuan khusus) terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih umum.
Misalnya saja, ayat yang menyatakan perintah untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, disyariatkannya jual-beli. Ayat ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, sebabsebab, syarat-syarat, maupun hal-hal yang bisa merusaknya. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW menafsirkan dan menjelaskan ayat tersebut melalui haditsnya. Sebagaimana hadits berikut:
صلوا كما رأيتمونى أصلى  (رواه البخارى)
Artinya: " Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat" (HR. Bukhori dan Muslim)
Hadits ini menerangkan tata cara menjalankan shalat, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.Al-Baqarah:43
(#qßJŠÏ%r&urno4qn=¢Á9$#(#qè?#uäurno4qx.¨9$#(#qãèx.ö$#uryìtBtûüÏèÏ.º§9$#ÇÍÌÈ
Artinya: " Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’" (QS.Al-Baqarah:43)
Selain menafsirkan, Rasulullah juga mentaqyid (memberikan batasan-batasan atas ayat-ayat yang disebutkan secara mutlak) ayat Al-Qur’an. Sebagaimana yang  terdapat dalam QS. an-Nisa’ : 7
ÉA%y`Ìh=Ïj9Ò=ŠÅÁtR$£JÏiBx8ts?Èb#t$Î!ºuqø9$#tbqç/tø%F{$#urÏä!$|¡ÏiY=Ï9urÒ=ŠÅÁtR$£JÏiBx8ts?Èb#t$Î!ºuqø9$#šcqç/tø%F{$#ur$£JÏB¨@s%çm÷ZÏB÷rr&uŽèYx.4$Y7ŠÅÁtR$ZÊrãøÿ¨BÇÐÈ
Artinya: "Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan " (QS.An-Nisa’:7)
Ayat tersebut secara umum menjelaskan bahwa anak laki-laki dan perempuan adalah ahli waris dari orang tuanya yang telah meninggal dunia. Namun ayat tersebut masih bersifat mutlak (umum). Kemudian nabi memberikan qayyid (batasan), bahwa hak warisan itu tidak dapat diberikan kepada mereka yang menjadi penyebab kematian orang tuanya, seperti sabda Rasulullah:
ليس للقاتل من المقتول شيئا ( رواه النسائي)
Artinya: “Seorang pembunuh tidak dapat mewarisi harta orang yang dibunuh sedikitpun” (HR. al-Nasa’i)
3.      Bayan at-Tasyri’
Bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Quran. Bayan ini juga disebut dengan bayan zaid ‘ala al-kitab alkarim. Dalam hal ini, hadits Rasulullah SAW berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang tidak terdapat dalam Al-Quran. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan memberikan bimbingan dan menjelaskan persoalannya
Sebagai contoh, hadits tentang zakat fitrah berikut:
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم فرض زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر او صاعا من شعير على كل حر او عبد ذكر او انثى من المسلمين
Artinya: “Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”
Hadits yang termasuk bayan tasyri’ ini, wajib diamalkan sebagaimana halnya dengan hadits-hadits lainnya. Ibnu Al-Qayyim berkata, bahwa hadits-hadits Rasulullah SAW yang berupa tambahan terhadap al-Quran harus ditaati dan tidak boleh menolak atau mengingkarinya. Ini bukanlah sikap (Rasulullah SAW) mendahului al-quran, melainkan semata-mata karena perintah-Nya.


4.      Bayan Nasakh
Untuk bayan yang keempat ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang memasukkannya sebagai fungsi hadits, juga ada yang tidak mau memasukkannya pada fungsi hadits. Bagi yang menganggap bayan nasakh juga termasuk fungsi hadits, mereka mengatakan bahwa kata an-nasakh  secara bahasa memiliki bermacam-macam arti, yaitu al-itbal (membatalkan) atau ijalah (menghilangkan), atau at-tahwil (memindahkan), atau at-taqyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga tetap saja terdapat perbeaan pendapat diantara mereka.
Namun dari pengertian diatas, jelaslah bahwa ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang  terdahulu. Dalam hal ini, ketentuan yang datang kemudian dapat menghapus ketentuan dan isi kandungan Al-Quran. Demikianlah menurut ulama yang mengangap adanya fungsi bayan nasakh. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadits-hadits yang mutawatir dan masyur. Sedangkan terhadap hadits ahad, ia menolaknya
Salah satu contoh dari bayan nasakh yaitu
لا وصية لوارث
Artinya: “Tidak ada wasiat bagi ahli waris
Hadits ini menasakh isi QS.Al-Baqarah:180
|=ÏGä.öNä3øn=tæ#sŒÎ)uŽ|ØymãNä.ytnr&ßNöqyJø9$#bÎ)x8ts?#·Žöyzèp§Ï¹uqø9$#Ç`÷ƒyÏ9ºuqù=Ï9tûüÎ/tø%F{$#urÅ$rã÷èyJø9$$Î/($ˆ)ymn?tãtûüÉ)­FßJø9$#ÇÊÑÉÈ
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibubapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180)

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hadist ialah sesuatu yang berasal dari Rasululloh SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun penetapan pengakuan. Sedangkan Al- Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dalam bahasa arab yang diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah.
Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Quran. Sehingga hadits memiliki berbagai fungsi, yaitu sebagai bayan taqrir, bayan tafsir, bayan tasyri’, juga bayan nasakh.
Meskipun demikian, hadits dan al-Quran memiliki beberapa perbandingan. Diantaranya, al-Quran merupakan kalam Allah yang disampaikan secara mutawatir, sedangkan hadits adalah dari nabi yang tidak semuanya diriwayatkan secara mutawatir.











DAFTAR PUSTAKA
H.Muhammad Ahmad,H.M.Mudzakir,Drs.Maman Abdul Djaliel (ed).Ulumul        Hadis.bandung:Pustaka Setia.2000
Mudasir,H.,Drs. Maman Abdul Djaliel (ed),Ilmu Hadits,Bandung:Pustaka Setia,2005
Syaltut,Mahmud,Al-Islam Aqidah Wa Syari’ah:Dar Al Qolam.1966
Zahrah,Muhammad Abu,Ushul al-Fiqh:Dar Al-Fikr al-arabi
Ready Mufidatun, dkk. Makalah Hadist dan Hubungannya dengan Al-      Qur’an.STAIN Tulungagung, 2013




[1]Mahmud Syaltut, Al-Islam Aqidah Wa Syari’ah, (Dar Al Qolam,1966) hlm 508,
Muhammad Abu Zahrah,Ushul al-Fiqh(Dar Al-Fikr al-arabi,tth) hlm. 114

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tugas Soal Tehnologi Pendidikan

Nama : Syukron Makmun NPM : 20171201260329 Kelas : MADIN Prodi : PGMI Soal Mata Kuliah Tehnologi Pendidikan 1.       Sebut d...